SEJARAH PONDOK TREMAS
I. SEJARAH BERDIRINYA PONDOK TREMAS.
Sebelum kita membicarakan tentang Pondok Tremas secara khusus, ada baiknya kalau kita mengenal daerah Pacitan dan perkembangan agamanya, sebab hal itu sangat erat hubungannya dengan berdirinya Pondok Tremas.
Pada abad XV M. Bumi Nusantara ini di bawah naungan kerajaan Majapahit, dan seluruh masyarakatnya masih memeluk agama Hindu atau Budha. Begitu juga daerah Wengker Selatan atau di sebut juga Pesisir Selatan (Pacitan) yang pada waktu itu daerah tersebut masih di kuasai seorang sakti beragama Hindu yang bernama Ki Ageng Buwana Keling yang di kenal sebagai cikal bakal daerah Pacitan.
Menurut silsilah, asal usul KI Ageng Buwana Keling adalah putra Pajajaran yang di kawinkan dengan salah satu putri Brawijaya V yang bernama Putri Togati, setelah menjadi menantu Majapahit maka Ki Ageng Buwana Keling mendapat hadiah tanah di Pesisir Selatan dan di haruskan tunduk di bawah kekuawasaan Majapahit. Ki Ageng Buwana Keling berputra tunggal bernama Raden Purbengkoro yang setelah tua bernama Ki Ageng Bana Keling.
Kegoncangan masyarakat Ki Ageng Buwana Keling di pesisir selatan terjadi setelah datangnya Mubaligh Islam dari kerajaan Demak Bintara. Yang di pimpin oleh Ki Ageng Petung (Raden Jaka Puring Mas/Kiyai Geseng), Ki Ageng Posong (Raden Jaka Puring Mas/Ki Ampok Boyo) dan sahabat mereka Syekh Maulana Maghribi. Yang membawa Ki Ageng Buwana Keling beserta semua rakyat di Wengker Selatan untuk memeluk agama Islam.
Namun setelah Ki Ageng Buwana Keling menolak dengan keras dan tetap tidak menganut agama baru yaitu agama Islam, maka tanpa dapat dikendalikan lagi terjadilah peperangan antara ke dua belah pihak. Peperangan antara penganut agama Hindu yang di pimpin oleh Ki Ageng Buwana Keling dan penganut agama Islam yanga di pimpin oleh Ki Ageng Petung, Ki Ageng Posong dan Syekh Maulana Maghribi memakan waktu yang cukup lama, karena kedua belah pihak memang terdiri dari orang-orang sakti. Namun pada akhirnya dengan keuletan dan kepandaian serta kesaktian para Mubaligh tersebut, peperangan itu dapat di menangkan oleh Ki Ageng Petung dan pengikut-pengikutnya setelah di bantu oleh prajurit dari Adipati Ponorogo yang pada waktu itu bernama Raden Betoro Katong (Putra Brawijaya V).
Dari peristiwa itulah maka daerah Wengker Selatan atau Pacitan dapat dikuasai oleh Ki Ageng Petung, Ki Ageng Posong dan Syaikh Maulana Maghribi, sehingga dengan mudah dapat menyiarkan agama Islam dengan menyeluruh kepada rakyat hingga wafatnya, dan dimakamkan di daerah Pacitan.
Demikianlah dari tahun ke tahun sampai Bupati Yogyakarta yang pertama berkuasa (tahun 1826 M), perkembangan agama Islam di Pacitan Maju dengan pesatnya, bahkan tiga tahun kemudian putra dari Demang Semanten yang bernama “Bagus Darso” kembali dari perantauanya mencari dan mendalami ilmu agama Islam di Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo di bawah asuhan Kyai Hasan Besari. Sekembalinya beliau dari Pondok tersebut di bawah bimbingan ayahnya Raden Ngabehi Dipomenggolo, mulailah mendirikan Pondok di Desa Semanten (2 Km arah utara kota Pacitan). Setelah kurang lebih satu tahun pindah ke daerah Tremas, maka dari saat itulah mulai berdiri Pondok Tremas.
Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa K.H. Abdul Manan pada masa kecilnya bernama Bagus Darso. Sejak kecil beliau terkenal cerdas dan sangat tertarik terhadap masalah-masalah keagamaan. Dalam masa remajanya beliau di kirim oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo, untuk mempelajari dan memperdalam pengetahuan agama Islam di bawah bimbingan Kyai Hasan Besari. Selama di sana Bagus Darso selalu belajar dengan rajin dan tekun. Karena ketekunannya, kerajinannya serta kecerdasan yang dibawanya semenjak kecil itulah maka kepandaian Bagus Darso didalam menguasai dan memahami ilmu yang dipelajarinya melebihi kawan-kawan sebayanya, sehingga tersebutlah sampai sekarang kisah-kisah tentang kelebihan beliau. Diantara kisah tersebut adalah sebagai berikut :
Pada suatu malam yang dingin dimana waktu itu para santri Pondok Tegalsari sedang tidur pulas, sebagaimana Kyai Hasan Besari keluar untuk sekedar menjenguk anak didiknya yang sedang tidur di asrama maupun di serambi Masjid. Pada waktu beliau memeriksa serambi Masjid yang penuh ditiduri oleh para santri itu, tiba-tiba pandangan Kyai tertumbuk pada suatu pemandangan aneh berupa cahaya yang bersinar. Dalam hati beliau bertanya apakah gerangan cahaya aneh itu. Kalau cahaya kunang tentu tidak demikian, apalagi cahaya api tentu tidak mungkin, sebab cahaya ini memiliki kelainan. Kemudian dengan hati-hati, agar tidak menggangu para santri yang sedang tidur, Kyai mendekati cahaya aneh itu. Makin dekat dengan cahaya aneh tersebut keheranan Kyai bertambah, sebab cahaya itu semakin menunjukan tanda-tanda yang aneh. Dan kemudian apa yang disaksikan Kyai Hasan Besari adalah suatu pemandangan yang sungguh luar biasa. Sebab cahaya itu keluar dari ubun-ubun salah satu santrinya.
Kemudian diperiksanya siapakah sesungguhnya santri yang mendapat anugerah itu. Tetapi kegelapan malam dan pandangan mata yang sudah kabur terbawa usia lanjut menyebabkan usaha beliau gagal. Namun Kyai Hasan Besari tidak kehilangan akal, dengan hati-hati sekali ujung ikat kepala santri itu diikat sebagai tanda untuk mengetahui besok pagi kalau hari sudah mulai terang. Esoknya sehabis sholat Subuh, para santri yang tidur di serambi Masjid disuruh menghadap beliau. Setelah mereka menghadap, dipandangnya satu demi satu santri tersebut dengan tidak lupa memperhatikan ikat kepala masing-masing. Disinilah beliau mengetahui bahwa sinar aneh yang semalam keluar dari ubun-ubun salah satu santrinya berasal dari salah satu santri muda Pantai Selatan (Pacitan) yang tidak lain adalah Bagus Darso. Dan semenjak itulah Kyai Hasan Besari dalam mendidik Bagus Darso semakin bertambah, sebab beliau merasa mendapat amanat untuk mendidik seorang anak yang kemudian hari akan menjadi pemuka dan pemimpin umat.
Demikianlah salah satu kisah K.H. Abdul Manan pada waktu mudanya di Pondok Tegalsari dalam cerita. Dan setelah Bagus Darso di anggap cukup ilmu yang diperolehnya di Pondok Pesantren Tegalsari, beliau kembali pulang ke Semanten. Di desa inilah beliau kemudian menyelenggarakan pengajian yang sudah barang tentu bermula dengan sangat sederhana. Dan karena semenjak di Pondok Tegalsari beliau sudah terkenal sebagai seorang santri yang tinggi ilmunya, maka banyak orang pacitan yang mengaji pada beliau. Dari sinilah kemudian di sekitar Masjid di dirikan pondok untuk para santri yang datang dari jauh. Namun beberapa waktu kemudian pondok tersbut pindah ke daerah Tremas setelah oleh ayahnya beliau di kawinkan dengan putri Demang Tremas Raden Ngabehi Honggowijoyo. Sedang Raden Ngabehi Honggowijoyo itu sendiri adalah kakak kandung dari Raden Ngabehi Dipomenggolo.
Diantara faktor yang menjadi penyebab perpindahan Kyai Abdul Manan dari daerah Semanten ke Desa Tremas, yang paling pokok adalah pertimbangan kekeluargaan yang di anggap lebih baik beliau pindah ke daerah Tremas. Pertimbangan tersebut antara lain adalah, karena mertua dan istri beliau menyediakan daerah yang jauh dari keramaian atau pusat pemerintahan, sehingga merupakan daerah yang sangat cocok bagi para santri yang ingin belajar dan memperdalam ilmu agama.
Berdasarkan pertimbangan itulah maka beliau memutuskan pindah dari daerah Semanten ke daerah Tremas, dan mendirikan Pondok Pesantren yang kemudian di sebut “Pondok Tremas“. Demikian sedikit sejarah berdirinya Pondok Tremas yang di pelopori oleh beliau K.H. Abdul Manan pada tahun 1830 M.
II. LETAK DAN GEOGRAFIS PONDOK TREMAS
Pondok Tremas adalah salah satu pondok yang cukup tua umurnya, yang kalau di tinjau dari letak geografisnya berada di Desa Tremas, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan. Sedangkan Pacitan adalah sebuah kota di tepi Pantai Selatan yang terletak pada garis lintang selatan : 8
Dilihat dari segi jaraknya, yakni 135 Km dari kota Solo, 70 Km dari kota Ponorogo, maka wajarlah kalau santri-santri yang berdatangan dari daerah lain harus berjalan kaki karena belum adanya sarana transportasi. Adapun batas kabupaten Pacitan dengan kabupaten lain adalah sebagai berikut :
Sedangkan Desa Tremas terletak pada 11 Km dari kota Pacitan ke utara dan 1 Km dari kecamatan Arjosari. Desa Tremas dipagari oleh bukit-bukit kecil yang melingkar dimana sebelah utara dan sebelah timur Desa Tremas mengalir sungai Grindulu yang selalu membawa lumpur banjir di waktu musim penghujan. Oleh karenanya pondasi rumah penduduk desa tersebut rata-rata sangat tinggi bila dibandingkan dengan pondasi rumah penduduk di daerah yang bebas banjir. Desa Tremas dibatasi oleh beberapa desa yaitu:
Mata pencaharian penduduknya adalah bertani, yakni bercocok tanam padi, kacang tanah, kelapa, pisang, sayur mayur dan sebagainya. Karena Pacitan merupakan daerah yang minus dan tandus maka tidaklah aneh jika masyarakatnya sedikit ketinggalan jika dibandingkan dengan masyarakat daerah lain, khususnya dalam bidang ekonomi.
Dengan uraian tersebut kita dapat menggambarkan kehidupan rakyat di daerah itu, yang sedikit banyak dapat mempengaruhi keadaan Pondok Tremas.
Untuk mengetahui mengapa pondok tersebut dinamakan Tremas, maka disini akan di uraikan tentang cerita dibukannya daerah Hutan yang akhirnya di namakan Tremas.
Tremas berasal dari kata “Trem“ dan kata “Mas“. Trem berasal dari kata Patrem yang berarti senjata atau keris kecil. Sedangkan Mas berasal dari kata Emas yang berarti logam berharga yang biasa di pakai perhiasan kaum wanita.
Adapun yang pertama kali membuka hutan tersebut sehingga menjadi suatu daerah yang bernama Tremas adalah seorang punggawa Keraton Surakarta yang bernama Raden Bagus Sudarmadji atau yang biasa dikenal dengan Ketok Jenggot, yaitu atas perintah Raja Keraton Surakarta setelah atas jasanya berhasil mengamankan keraton dari bahaya. Sedangkan menurut ceritannya adalah sebagai berikut :
Pada suatu hari, Raja Keraton Surakarta memerintahkan kepada punggawannya yang bernama Ketok Jenggot untuk menjaga ketat kerajaannya, karena raja bermimpi bahwa hari yang akan datang akan ada bencana yang disebabkan datangnya seorang pencuri yang akan memasuki keraton dan mengambil senjata pusaka yang ada ditempat penyimpanan, maka disuruhlah Raden Bagus Sudarmadji menjaga dan mempertahankan dengan sebaik-baiknya.
Demikianlah, pada suatu hari datanglah seorang yang dengan cerdiknya dapat masuk kedalam Keraton, namun usaha pencuri tersebut terlihat oleh Raden Bagus Sudarmadji sehingga terjadilah suatu perkelahian, yang setelah menghabiskan berpuluh-puluh jurus, maka dengan kesaktian Ketok Jenggot perkelahian tersebut dapat dimenangkan dan pencurinya dapat dipukul mundur. Siapakah pencuri tersebut? tak lain adalah sang raja sendiri dengan maksud ingin menguji sampai dimana keperwiraan dan kesaktian Raden Bagus Sudarmadji. Setelah dalam perkelahian tersebut sang raja mengetahui Raden Bagus Sudarmadji, maka beliau pun mengakui bahwa punggawanya tersebut benar-benar patuh dan sakti.
Sebagai tanda atas kepatuhan dan kepahlawananya itu maka sang raja memberikan hadiah kepada Raden Bagus Sudarmadji berupa senjata Patrem Emas dan memberi tugas untuk membuka hutan disebelah timur daerah Surakarta.
Demikianlah akhirnya setelah mengalami beberapa hambatan dan gangguan berhasillah Raden Bagus Sudarmadji membuka hutan dibagian timur daerah Surakarta, yang kemudian daerah tersebut bernama Tremas. Namun perlu diketahui bahwa sebelum Raden Bagus Sudarmadji membuka hutan, didaerah tersebut sudah ada sekelompok orang yang lebih dahulu datang dan bertempat didaerah tersebut, yaitu seorang yang bernama Raden Ngabehi Honggowijoyo (Ayah Nyai Abdul Manan).
Barulah setelah meminta izin dan memberi keterangan tentang tugasnya membuka hutan didaerah tersebut Raden Bagus Sudarmadji melakukan tugasnya. Setelah tugasnya membuka hutan selesai maka senjata Patrem Emas yang dibawanya itu ditanam dimana beliau pertama kali membuka hutan tersebut, yang akhirnya daerah yang baru dibukanya tersebut dinamakan “Tremas“.
Jadi demikianlah cerita dibukanya hutan yang akhirnya menjadi daerah Tremas. Dan akhirnya dapatlah diketahui bahwa nama Pondok Tremas diambil dari nama daerah itu dan perlu diketahui, bahwa setelah Ketok Jenggot meninggal dunia juga dimakamkan di daerah tersebut
SEJARAH MA`HAD ALY AT-TARMASI
Manusia yang merupakan makhluk bertuhan dan beragama, maka pendidikan dan pengajaran agama merupakan kebutuhan asasi manusia hidup yang sesuai dengan fitrah manusia sebagai hamba Allah.
Ma`had Aly at-Tarmasi merupakan lembaga pendidikan tinggi yang dirancang, dikelola dan berbasis Pondok Tremas dan pesantren-pesantren yang tersebar seluruh wilayah Indonesia. Ma`had Aly at-Tarmasi menegakkan Wahyu Ilahi sebagai sumber kebenaran mutlak yang merupakan rahmat bagi umat manusia dan alam semesta.
KH. Hamid Dimyati (1834 – 1948 M.) yang merupakan pendiri Qismun Nidhom yang menjadi cikal bakal berdirinya Ma’had Aly at-Tarmasi.
Mengingat tujuan pendidikan Islam pada umumnya untuk membentuk insan kamil, cita-cita etis dari seluruh rangkaian kegiatan pendidikan tinggi dengan kompleksitasnya, maka Ma`had Aly at-Tarmasi mengembangkan diri pada prinsip-prinsip akademik yang modern dan memiliki visi ke depan. Untuk itu penyelenggaraan Ma`had Aly dilakukan secara lebih sistemik tanpa menghilangkan ciri khas dari pondok pesantren.