KH Ma’ruf Khozin Ungkap Jejak Tremas Pacitan sebagai Pembawa Tradisi Keilmuan Mesir ke Nusantara

MAHADALY-ATTARMASI.AC.ID, PACITAN – Jejak panjang hubungan ilmu antara Nusantara dan Mesir kembali mencuat setelah Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur KH Ma’ruf Khozin mengungkap sebuah dokumen penting tentang Pondok Tremas, Pacitan. Dokumen itu memperlihatkan bagaimana pesantren legendaris tersebut menjadi salah satu jalur utama masuknya tradisi keagamaan Mesir ke Jawa sejak abad ke-19.

Semua berawal dari pertanyaan lama KH Ma’ruf. Ia mengaku sering bertanya-tanya, kenapa secara qaul fikih, ulama Nusantara banyak mengutip pendapat Imam Ibnu Hajar, tetapi amaliah yang dijalankan masyarakat pesantren justru mirip dengan tradisi Imam Ramli dari Mesir. Rasa penasaran itu mulai terjawab saat ia berbincang dengan Gus Luqman, salah satu pengasuh Pondok Tremas.

Dari perbincangan itu, Gus Luqman menunjukkan dokumen resmi dari KBRI Mesir. Dalam catatan tersebut tertulis bahwa KH Abdul Mannan—pendiri Pondok Tremas—pernah menimba ilmu di Mesir sekitar tahun 1860 M. KH Abdul Mannan tercatat sebagai salah satu ulama Nusantara pertama yang belajar langsung di Mesir. Sosok ini juga merupakan kakek dari Syekh Mahfudz At-Tarmasi, ulama besar yang namanya dikenal luas di dunia Islam.

“Alhamdulillah, semalaman mulai tersingkap,” ujar KH Ma’ruf. Ia mengaku baru memahami mengapa banyak amaliah di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) ternyata sangat dekat dengan tradisi ulama Mesir. Menurutnya, jejak transmisi ilmu itu dibawa pulang oleh KH Abdul Mannan, lalu diteruskan oleh generasi pesantren berikutnya.

Dalam dokumen tersebut juga disebutkan bahwa kitab Nurul Mubin karya Syekh Ibrahim Al-Baijuri—kitab penting dalam kajian akidah Asy’ari—sudah sampai ke Jawa pada masa itu. Hal ini memperkuat dugaan bahwa jaringan keilmuan Mesir–Nusantara berjalan lebih intens daripada yang selama ini diketahui.


1. Tarhim Sebelum Subuh

KH Ma’ruf menjelaskan bahwa tarhim—pembacaan salam kepada Rasulullah SAW sebelum adzan Subuh—memiliki akar kuat dari Mesir dan Syam sejak masa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi.

Dalilnya tercantum dalam naskah berikut:

وَكَانَ حَدَثَ قَبْلَ ذَلِكَ فِي أَيَّامِ السُّلْطَانِ صَلَاحِ الدِّينِ …

Dalam Hasyiyah al-Jamal (3/147), disebutkan bahwa salam kepada Rasulullah SAW telah dikumandangkan setiap malam sebelum adzan Subuh di Mesir dan Syam sejak era Salahuddin Al-Ayyubi hingga tahun 767 H. Pada periode itu pula ditambahkan bacaan shalawat atas perintah ulama Mesir, Salahuddin Al-Barlisi.


2. Pujian Shalawat Sebelum Iqamah

Tradisi membaca shalawat sebelum iqamah yang banyak ditemukan di masjid-masjid Nahdliyin juga memiliki dasar kuat dari fatwa ulama Mesir.

أَفْتَى شَيْخُنَا الشَّوْبَرِيُّ …

Syaikh Syaubari menegaskan bahwa shalawat sebelum iqamah termasuk amalan sunnah. Penjelasan ini tercatat jelas dalam Hasyiyah al-Jamal (3/147).


3. Pengulangan Surat Pendek saat Tarawih

Di banyak masjid Indonesia, terutama di desa, bacaan surat Al-Ikhlas sering diulang dalam rangkaian tarawih. Ternyata praktik seperti ini juga lazim dilakukan para imam di Mesir.

تَكْرِيْرِ سُورَةِ الْإِخْلَاصِ …

Dalam Hasyiyah al-Jamal (4/325), disebutkan bahwa para imam Mesir terbiasa mengulang surat Al-Ikhlas setelah surat At-Takatsur hingga Al-Masad.


4. Menyiram Makam dengan Air Mawar

Amaliah menyiram makam dengan air mawar—yang kerap disalahpahami sebagai tradisi non-Islam—juga memiliki dasar rujukan dari ulama Mesir.

يُكْرَهُ رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءِ الْوَرْدِ …

Dalam Hasyiyah al-Jamal (9/314), dijelaskan bahwa hukumnya makruh namun tidak haram karena memiliki tujuan mulia seperti memuliakan jenazah, memberi wewangian bagi peziarah, serta menghadirkan malaikat.


Temuan-temuan ini membuat KH Ma’ruf semakin yakin bahwa Pondok Tremas adalah salah satu pusat transmisi keilmuan terbesar antara Mesir dan Nusantara. Tradisi tersebut dibawa oleh KH Abdul Mannan dan diwariskan lewat ulama-ulama Tremas, termasuk Syekh Mahfudz At-Tarmasi.

“Banyak amaliah yang kita kerjakan hari ini ternyata punya akar kuat dari ulama Mesir. Dan jalur itu dari Tremas,” tegas KH Ma’ruf.

Ia menyebut bahwa dengan bukti literatur yang jelas, anggapan bahwa amaliah NU tidak memiliki dasar keilmuan sudah tidak relevan lagi. “Semua ini bukan budaya lokal tanpa landasan. Ini tradisi ulama Mesir yang otoritatif,” ujarnya.

Jejak panjang itu menjadi bukti bahwa Pondok Tremas Pacitan terhubung erat dengan pusat-pusat ilmu di Timur Tengah dan pengaruh itu masih terasa hingga hari ini. (*)

Leave a Comment