Ilustrasi Peristiwa Penting di Balik Puasa Asyura. (FOTO: Syamsul Rozikin/Media MAT)

Peristiwa Penting di Balik Puasa Asyura, Simak Pesannya

MA’HADALYALTARMASI, PACITAN– Bulan Muharam, salah satu dari Asyhurul Hurum atau bulan-bulan yang dimuliakan Allah SWT, memiliki keistimewaan yang tersendiri. Pada tanggal 10 Muharam, yang sering disebut sebagai hari Asyura, terjadi berbagai peristiwa penting dalam sejarah agama Islam yang menjadi alasan umat Islam disunnahkan untuk berpuasa.

Pada hari Asyura, Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa AS dari kejaran pasukan Fir’aun. Sebagai bentuk syukur, Nabi Musa AS berpuasa pada hari tersebut. Hingga kini, umat Yahudi mengikuti apa yang dilakukan Nabi Musa AS dengan berpuasa setiap tanggal 10 Muharam. Menurut Imam Fakhruddin Ar Razi, puasa pada tanggal 10 Muharam merupakan satu-satunya puasa yang dimiliki oleh umat Yahudi dalam setahun.

Di dalam Kitab Fathul Mun’im Syarh Shohih Muslim, Syaikh Musa Lasyin menjelaskan bahwa puasa Asyura sudah dilakukan oleh orang Arab jahiliyah di Mekah. Ini artinya, sebelum Rasulullah SAW bertemu dengan orang Yahudi di Madinah yang juga berpuasa pada hari Asyura, puasa ini sudah menjadi tradisi.

Syaikh Musa Lasyin mengemukakan dua alasan yang melatarbelakangi puasa Asyura oleh orang Arab jahiliyah. Pertama, mereka mengikuti syariat Nabi Ibrahim AS dengan tujuan memuliakan hari Asyura yang bersamaan dengan pemasangan kiswah untuk Ka’bah. Kedua, puasa ini dilakukan sebagai penebusan dosa yang telah dilakukan di masa jahiliah. Mereka berpendapat bahwa puasa Asyura mampu melebur dosa-dosa tersebut.

Sementara itu, Syeikh Muhammad bin Abdul Baqi az Zarqoni dalam kitabnya Syarh Mawahibil Ladduniyah mengutip pendapat Imam al-Qurtubi. Menurutnya, Nabi Muhammad SAW berpuasa Asyura untuk meluluhkan hati orang Yahudi. Ini merupakan salah satu metode dakwah Rasulullah SAW dalam mengajak Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) untuk masuk Islam. Dengan Nabi SAW berpuasa Asyura, orang Yahudi akan berpikir bahwa syariat Nabi Muhammad SAW tidak jauh berbeda dengan syariat Nabi Musa AS.

Dengan persepsi demikian, orang Yahudi akan berkesimpulan bahwa baik agama yang dibawa Nabi Musa AS maupun Nabi Muhammad SAW memiliki ajaran, sumber, dan Tuhan yang sama (Allah). Hal ini membuat mereka lebih mudah untuk diajak masuk Islam. Meskipun pada akhirnya, umat Islam diperintahkan untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharam (Tasu’a) agar tidak sama dengan Yahudi.

Dalil Disyariatkannya Puasa Asyura

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ فَرَأَى اليَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: «مَا هَذَا؟»، قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوسَى، قَالَ: «فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ»، فَصَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Artinya: Nabi Muhammad SAW datang ke kota Madinah. Beliau kemudian melihat orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Lalu Rasul bertanya, “Ada kegiatan apa ini?” Para sahabat menjawab, “Hari ini adalah hari baik yaitu hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka kemudian Nabi Musa melakukan puasa atas peristiwa tersebut.” Rasul lalu mengatakan, “Saya lebih berhak dengan Musa daripada kalian.” Nabi kemudian berpuasa untuk Asyura tersebut dan menyuruh para sahabat menjalankannya. (HR Bukhari: 2004)

Pesan Moral di Balik Puasa Asyura

Di balik puasa Asyura, terdapat pesan moral religi dan sosial yang disampaikan, antara lain:

  1. Mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengikuti sunnah Rasul.
  2. Mengenang kisah perjuangan Nabi Musa AS.
  3. Pada tanggal 10 Muharam, terdapat tradisi santunan anak yatim sehingga saling berbaur antar masyarakat setempat.

Dengan menjalankan puasa Asyura, umat Islam tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah SWT tetapi juga memperingati peristiwa-peristiwa penting yang sarat dengan makna dan pelajaran bagi kehidupan sehari-hari. Tradisi ini juga mempererat tali silaturahmi dan kepedulian sosial antar sesama, menjadikannya sebagai momen yang penuh berkah dan hikmah. (*)

Penulis : Dini Perli S
Editor : Yusuf Arifai

Leave a Comment